Yano Research Institute, Tokyo memprediksi bisnis kematian di Jepang
pada 2015 diperkirakan mencapai 1,96 triliun yen. Jumlah ini jauh
melebihi jumlah biaya pernikahan di Jepang karena jumlah yang muda
semakin hilang dan yang tua saat ini sudah jauh lebih banyak daripada
yang muda.
Selain angka bisnis yang besar tersebut, industri bisnis kematian
memang sangat menarik bagi kalangan yakuza, sindikat kejahatan di Jepang
yang 30 persen terdiri dari orang keturunan Korea.
"Masyarakat biasanya menyerahkan segalanya kepada Direktur Pemakaman
untuk mengurus jenazah anggota keluarganya sampai selesai upacara. Bisa
dibayangkan misalnya peti mati yang harganya 100.000 yen digelembungkan
harganya bisa menjadi satu juta yen," papar Hisayoshi Teramura, 71,
kepada Reuters seperti dilansir Tribunnews.
Penggelembungan tersebut tidak lain karena diakal-akali oleh kalangan
yakuza yang menjadi calo antara keluarga yang meninggal dengan rumah
sakit dan pihak-pihak pemakaman. Semua diset jadi satu paket lalu ke
luarlah tagihan jutaan yen kepada keluarga yang sedang berduka. Biasanya
keluarga tersebut pasrah karena dianggap hanya sekali seumur hidup
untuk menghormati orang yang meninggal bisa memberikan penghormatan
terbaik terakhir sehingga jarang yang melakukan keluhan.
Pihak yakuza mendekati pihak rumah sakit karena paling mengetahui
tangan pertama siap yang meninggal dunia. Lalu pihak rumah sakit pun
yang memberikan bocoran dan rumah sakit juga mendapat komisi dari
yakuza.
Pihak kementerian ekonomi perdagangan dan inudustri Jepang (METI)
mengungkapkan pada 2005 ada 4.107 perusahaan yang mengurusi soal acara
pemakaman bagi orang meninggal. Jumlah tersebut mempekerjakan 49.079
orang. Sedangkan pada 2006 menurut data kementerian komunikasi dan dalam
negeri Jepang tercatat ada 6.606 perusahaan yang mempekerjakan 72.046
karyawan.
Seorang pejabat METI, Yoshiatsu Mitsuhashi, mengakui jumlah
perusahaan meningkat sangat drastis. "Mungkin saja peningkatan besar
jumlah perusahaan yang berkait dengan usaha pemakaman tersebut. Tetapi
tetap saja kami belum tahu pasti apa sebenarnya yang terjadi di langan
di tengah masyarakat,"ungkapnya lagi.
Di Jepang untuk membuat usaha pemakaman tidaklah sulit, tak perlu
lisensi atau kualifikasi mandatori. Kalau di Amerika Setikat, pengusaha
pemakaman harus sedikitnya 3 tahun belajar lalu menjadi Apprentice,
sampai suatu waktu pihak pemerintah anggap mapan, barulah diberikan
lisensi untuk bisa menjadi pengusaha pemakaman.
Itulah sebabnya banyak sekali dari berbagai pihak membuka usaha
pelayanan pemakaman karena sekarang dan sampai masa mendatang akan
banyak sekali yang meninggal. Bahkan pengusaha pertanian pun seperti
Japan Agricuture (JA) ikut pula membuka bisnis pemakaman ini, selain
profesional Nichiryoku yang telah berpengalaman 45 tahun sebagai
pengusaha pemakaman di Jepang.
Sebagai catatan data dari Pemerintah Jepang, pada 2010 tercatat
sekitar 1,2 juta orang meninggal berarti sekitar 100.000 orang meninggal
per bulan di Jepang atau sekitar 3.000 orang meninggal per hari di
Jepang.
Kalau dihitung secara matematika. Angka ini berarti 0,95 persen
dibandingkan kematian di Amerika Serikat hanya 0,85 persen dari
populasi.
Pengusaha pemakaman lain, Takatyuki Nakagawa yang mendirikan Urban
Funes, juga mengakui semaraknya bisnis pemakaman akhir-akhir ini.
Diakuinya selama lima tahun terakhir dia hanya melakukan 3.000
pemakaman. Padahal dalam setahun terakhir ini saja dia sudah melayani
900 pemakaman. Berarti belakangan ini memang banyak sekali terjadi
kematian dan pemakaman di Jepang, tambahnya lagi.
Bisnis yang menggiurkan inilah mungkin juga mendorong para anggota
yakuza untuk semakin giat terlibat ke dalamnya. Lumayan satu keluarga
bisa jutaan yen diraih mereka keuntungan bersih dari pelayanan pemakaman
seorang keluarga yang sedang berduka cita.
>>> sumber <<<
Tidak ada komentar:
Posting Komentar