Indonesia kaya akan lagu politis. maklum, sejarah panjang dikentuti
rezim melahirkan juga kondisi di mana karya-karya demikian hadir. Namun,
entah kenapa lagu-lagu bertemakan sosial-politik itu kebanyakan hanya
berupa reportase. ‘Oh, tanah air ku dijarah’, ‘Oh, di tanahku ada yang
mati ditembak’, ‘Oh, negeriku banyak orang serakah’ dan reportase
sejenis lainnya tidak saya anggap sebagai lagu protes. Jarang ditemukan
lagu yang menginspirasi, memprovokasi dan mengajak orang lain untuk
berbuat. Terlebih, lagu protes yang keren. Namun, sepuluh lagu berikut
saya rasa mewakili.
01. “Mentari”
Iwan Abdulrachman, 1977
Lagu
protes terbaik di negeri ini lahir dalam bentuk balada melankolis. Saat
pertama kali mendengarnya, saya tak begitu peduli karena versi yang
Bapak putar di tahun ‘80-an dulu dinyanyikan Euis Darliah dan tidak
menarik perhatian. Hingga tiba saat kuliah dan berada di tengah massa
aksi yang dengan hikmat menyanyikan lagu ini seolah himne perang sebelum
merangsek barikade ‘bubur kacang hijau’ di sekitar ‘95-’96-an.
02. “Bongkar”
Swami, 1989
No matter how shitty Iwan Fals is now,
saya tak bisa menyangkal ia pernah menulis salah satu lagu protes
paling hebat di Indonesia. Saya bilang Iwan Fals, karena saya tak yakin
anggota sisa Swami lainnya memiliki intuisi cantik dan nyali menulis dan
melempar lagu yang menyerukan pemberontakan di tengah rezim yang sedang
kuat-kuatnya menjajah. This is the ultimate riot folk song.
03. “Di Udara”
Efek Rumah Kaca, 2007
Pada
dasarnya lagu ini mengangkat pembunuhan sistematis almarhum Munir yang
dilakukan oleh negara, namun Cholil, Adrian dan Akbar menulis lagu ini
dengan kekuatan lirik yang melampaui memori Munir itu sendiri. Sampai
sekarang bulu kuduk saya selalu berdiri ketika lagu ini mereka mainkan
di panggung.
04. “Samsul Bahri Menggugat”
Hark! It’s A Crawling Tar-Tar, 2007
Salah
satu band terbaik di tanah air yang tak berumur lama, melahirkan album
dahsyat yang tak pernah resmi dirilis di sini. Meminjam narasi novel
Siti Nurbaya karya Marah Rusli, Hark! menempatkan Samsul Bahri sebagai
simbol kekinian untuk mengacungkan jari tengah pada tradisi. Semangat
tersebut kali ini tak datang dengan latar belakang musik Minang, namun
dengan sound down-tuned Scandinavian Hardcore a la Tragedy/From Ashes Rise
05. “Smash The State”
Runtah, 1998
Runtah
adalah band punk pertama di Indonesia yang mengusung Anarkisme sebagai
sebuah ide, memperkenalkan penindasan otoritas dan korporasi pada para
punk yang menjamur setelah scene independen di Bandung meledak di pertengahan ’90-an dan dilakukan di era Suharto masih berjaya.
06. “Sistem”
Puppen, 1995
Menjadi
anak muda tanpa pendidikan politik di tengah represi (budaya maupun
politik) dan kemunafikan di era P4 dahulu, kalimat ”Masih terjajah dalam
bentuk baru” dan ”Terkendali bagai boneka” diteriakkan dengan kesumat
di tenggorokan, di atas musik mosh-style hardcore a la Sick of
It All dan Judge terdengar sangat menyegarkan di zaman lagu protes
didominasi balada model Iwan Fals atau almarhum Franky Sahilatua.
07. “Kami Marah!”
Milisi Kecoa, 2009
“Kau
coba dominasi hidup kami/Bungkam dan jinakkan kami/Mengapa kami harus
diam saja?!” Milisi Kecoa adalah representasi generasi terkini punk
Bandung meski beranggotakan scenester lama. Salah satu dari sedikit saja sisa band punk lokal hari ini yang mempertahankan punk sebagai ancaman.
08. “Malaria”
The Gang of Harry Roesli, 1973
Banyak
yang berpendapat “Peacock Dog” adalah lagu politis terbaik di album
ini, namun saya pikir justru ‘Malaria’-lah yang juara. Terlebih untuk
potongan lirik provokatif ini; “Apakah kau seekor monyet yang hanya
dapat bergaya/Kosong sudah hidup ini bila kau hanya bicara/Lantai
kamarmu kan berkata mengapa Nona pengecut?“. Tak jelas memang untuk
siapa lirik itu ditujukan, namun jika melihat sejarah pembangkangan
sipil di Indonesia yang penuh dengan cerita kepengecutan kelas
menengahnya, nampaknya lirik ini diperuntukkan bagi mereka.
09. “Pluit Phobia”, “Gatholoco”
Rotor, 1992
Sebenarnya
ini masuk ke dalam kategori lagu ‘reportase’ dalam kamus saya, namun
cara mereka mengeksekusinya (termasuk vokal dengan nada kemarahan yang
kentara) menambah kekuatan protes pada lagu ini dan menginjeksi satu-dua
dosis provokasi pada para pendengarnya. Thrash supergeber a la Sepultura era Morbid Vison di tahun orang-orang masih memuja hair metal merupakan kepeloporan tanpa kompromi.
10. “Fuck Off Police”
Jeruji, 1998
Lagu punk tiga kord dengan lirik terdiri dari tiga kata “Fuck Off Police!”
diulang-ulang. Semua orang bisa membuatnya, yang membedakan adalah
nyali melakukannya di era Indonesia dijajah Harto, Haatzai Artikelen
mengangkangi dan polisi bisa seenaknya membuat BAP. Jeruji melakukannya
berulang-ulang di panggung sebelum kemudian merilisnya dalam album debut
mereka.
>>> sumber <<<
Tidak ada komentar:
Posting Komentar