Senin, 07 Januari 2013

The Playlist Issue: "Ucok Homicide: 10 Lagu Protes"

Indonesia kaya akan lagu politis. maklum, sejarah panjang dikentuti rezim melahirkan juga kondisi di mana karya-karya demikian hadir. Namun, entah kenapa lagu-lagu bertemakan sosial-politik itu kebanyakan hanya berupa reportase. ‘Oh, tanah air ku dijarah’, ‘Oh, di tanahku ada yang mati ditembak’, ‘Oh, negeriku banyak orang serakah’ dan reportase sejenis lainnya tidak saya anggap sebagai lagu protes. Jarang ditemukan lagu yang menginspirasi, memprovokasi dan mengajak orang lain untuk berbuat. Terlebih, lagu protes yang keren. Namun, sepuluh lagu berikut saya rasa mewakili.

01. “Mentari”
Iwan Abdulrachman, 1977
Lagu protes terbaik di negeri ini lahir dalam bentuk balada melankolis. Saat pertama kali mendengarnya, saya tak begitu peduli karena versi yang Bapak putar di tahun ‘80-an dulu dinyanyikan Euis Darliah dan tidak menarik perhatian. Hingga tiba saat kuliah dan berada di tengah massa aksi yang dengan hikmat menyanyikan lagu ini seolah himne perang sebelum merangsek barikade ‘bubur kacang hijau’ di sekitar ‘95-’96-an.

02. “Bongkar”
Swami, 1989
No matter how shitty Iwan Fals is now, saya tak bisa menyangkal ia pernah menulis salah satu lagu protes paling hebat di Indonesia. Saya bilang Iwan Fals, karena saya tak yakin anggota sisa Swami lainnya memiliki intuisi cantik dan nyali menulis dan melempar lagu yang menyerukan pemberontakan di tengah rezim yang sedang kuat-kuatnya menjajah. This is the ultimate riot folk song.

03. “Di Udara”
Efek Rumah Kaca, 2007
Pada dasarnya lagu ini mengangkat pembunuhan sistematis almarhum Munir yang dilakukan oleh negara, namun Cholil, Adrian dan Akbar menulis lagu ini dengan kekuatan lirik yang melampaui memori Munir itu sendiri. Sampai sekarang bulu kuduk saya selalu berdiri ketika lagu ini mereka mainkan di panggung.

04. “Samsul Bahri Menggugat”
Hark! It’s A Crawling Tar-Tar, 2007
Salah satu band terbaik di tanah air yang tak berumur lama, melahirkan album dahsyat yang tak pernah resmi dirilis di sini. Meminjam narasi novel Siti Nurbaya karya Marah Rusli, Hark! menempatkan Samsul Bahri sebagai simbol kekinian untuk mengacungkan jari tengah pada tradisi. Semangat tersebut kali ini tak datang dengan latar belakang musik Minang, namun dengan sound down-tuned Scandinavian Hardcore a la Tragedy/From Ashes Rise

05. “Smash The State”
Runtah, 1998
Runtah adalah band punk pertama di Indonesia yang mengusung Anarkisme sebagai sebuah ide, memperkenalkan penindasan otoritas dan korporasi pada para punk yang menjamur setelah scene independen di Bandung meledak di pertengahan ’90-an dan dilakukan di era Suharto masih berjaya.

06. “Sistem”
Puppen, 1995
Menjadi anak muda tanpa pendidikan politik di tengah represi (budaya maupun politik) dan kemunafikan di era P4 dahulu, kalimat ”Masih terjajah dalam bentuk baru” dan ”Terkendali bagai boneka” diteriakkan dengan kesumat di tenggorokan, di atas musik mosh-style hardcore a la Sick of It All dan Judge terdengar sangat menyegarkan di zaman lagu protes didominasi balada model Iwan Fals atau almarhum Franky Sahilatua.

07. “Kami Marah!”
Milisi Kecoa, 2009
“Kau coba dominasi hidup kami/Bungkam dan jinakkan kami/Mengapa kami harus diam saja?!” Milisi Kecoa adalah representasi generasi terkini punk Bandung meski beranggotakan scenester lama. Salah satu dari sedikit saja sisa band punk lokal hari ini yang mempertahankan punk sebagai ancaman.

08. “Malaria”
The Gang of Harry Roesli, 1973
Banyak yang berpendapat “Peacock Dog” adalah lagu politis terbaik di album ini, namun saya pikir justru ‘Malaria’-lah yang juara. Terlebih untuk potongan lirik provokatif ini; “Apakah kau seekor monyet yang hanya dapat bergaya/Kosong sudah hidup ini bila kau hanya bicara/Lantai kamarmu kan berkata mengapa Nona pengecut?“. Tak jelas memang untuk siapa lirik itu ditujukan, namun jika melihat sejarah pembangkangan sipil di Indonesia yang penuh dengan cerita kepengecutan kelas menengahnya, nampaknya lirik ini diperuntukkan bagi mereka.

09. “Pluit Phobia”, “Gatholoco”
Rotor, 1992
Sebenarnya ini masuk ke dalam kategori lagu ‘reportase’ dalam kamus saya, namun cara mereka mengeksekusinya (termasuk vokal dengan nada kemarahan yang kentara) menambah kekuatan protes pada lagu ini dan menginjeksi satu-dua dosis provokasi pada para pendengarnya. Thrash supergeber a la Sepultura era Morbid Vison di tahun orang-orang masih memuja hair metal merupakan kepeloporan tanpa kompromi.

10. “Fuck Off Police”
Jeruji, 1998
Lagu punk tiga kord dengan lirik terdiri dari tiga kata “Fuck Off Police!” diulang-ulang. Semua orang bisa membuatnya, yang membedakan adalah nyali melakukannya di era Indonesia dijajah Harto, Haatzai Artikelen mengangkangi dan polisi bisa seenaknya membuat BAP. Jeruji melakukannya berulang-ulang di panggung sebelum kemudian merilisnya dalam album debut mereka.


>>> sumber <<<

Tidak ada komentar:

Posting Komentar