Pemuda bernama Wildan Yani Ashari asal Jember, Jawa Timur, diamankan
Badan Reserse Kriminal Polri karena diduga meretas situs resmi Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono yang beralamat di www.presidensby.info. Sejumlah pihak berpendapat, peretas keamanan komputer perlu dirangkul dan diberi penyuluhan.
Menurut Ahmad Alkazimy dari lembaga keamanan komputer Indonesian
Computer Emergency Response Team (ID-CERT), peretas jangan dianggap
sebagai musuh. "Pendapat saya pribadi, hacker berbakat harus diberi penyuluhan," katanya.
Perlu ada pendekatan persuasif agar peretas berbakat tak
menyalahgunakan kemampuannya, apalagi untuk aktivitas yang melanggar
hukum.
Hal senada diungkapkan Muhammad Salman, Wakil Ketua
Bidang Kerja Sama Indonesia Security Incident Response Team on Internet
Infrastructure (ID-SIRTII). "Harus ada pendekatan sosial tanpa harus
memperkeruh keadaan. Apalagi ini dunia maya, dan biasanya ada aksi
solidaritas di antara komunitas hacker," ungkapnya.
Benar saja, penangkapan Wildan menuai simpati dari komunitas peretas di
Indonesia. Menurut Salman, gerakan komunitas peretas ini adalah hal yang
biasa terjadi, baik di Indonesia maupun di negara lain.
Sejak
Selasa malam sampai Rabu dini hari (30/1/2013), tak kurang dari tujuh
sub-domain situs pemerintah telah diserang dan sebagian di-deface alias
ganti tampilan berisi pesan peringatan. Sejumlah situs yang dilumpuhkan
antara lain beberapa sub-domain di situs KPPU, BPS, KBRI Tashkent,
Kemenhuk dan HAM, Kemensos, dan Kemenparekraf, bahkan Indonesia.go.id.
Peretasan situs pemerintah ataupun publik melanggar Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Setiap orang
yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan manipulasi, mengubah,
menghilangkan, memindahkan, atau merusak informasi elektronik dianggap
melanggar hukum.
Pola serangan dunia maya yang dilakukan dewasa ini tidak lagi konvensional. Pasalnya, nomor internet protocol address
(IP Address) bisa dipalsukan untuk mengaburkan jejak pelaku.
Skenarionya kira-kira demikian. Peretasan yang dilakukan di Indonesia
diatur seakan berada di luar negeri.
Salman berharap, pengelola situs pemerintah bisa berkaca dari kasus ini. "Mereka harus meningkatkan sistem keamanan, menjaga database, dan lebih peduli terhadap website yang mereka asuh," kata Salman.
Secara tak langsung, aksi peretas semacam ini dimaksudkan untuk
menyampaikan pesan bahwa ada celah berbahaya dalam situs itu sehingga
pihak lain bisa menyusup dan mengakses data.
ID-CERT menyayangkan lembaga pemerintah yang mencantumkan nomor kontak atau alamat e-mail yang
tidak valid untuk menghubungi pengelola situs. Menurut Ahmad, ID-CERT
sering dapat pengaduan yang memberi tahu bahwa terdapat celah berbahaya
di beberapa situs. Pada saat itu, ID-CERT sering kesulitan berkomunikasi
dengan pengelola situs karena kontak dan e-mail yang ada tidak valid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar