Di bawah terik panas matahari di atas tanggul penahan lumpur Lapindo,
Rabu (27/2), seorang pria mengenakan topi doreng tentara dan berkaca
mata hitam terlihat sibuk menganyam batang padi.
Batang padi itu dianyam untuk dijadikan tembok gubuk yang dia dirikan di atas tanggul.
Pria itu adalah Nur Ali,47, warga RT 6 RW 2 Desa Jatirejo Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo, Jatim.
Gubuk yang dia dirikan itu hanya berukuran tiga kali dua meter.
Tiangnya dari bambu dan temboknya dari anyaman batang padi. Sementara
atapnya campuran anyaman batang padi dengan daun kelapa dan dilapisi
plastik bekas.
Tentu saja gubuk yang didirikan Nur Ali ini tidak layak huni. Apalagi
lokasinya di atas tanggul yang ketinggiannya mencapai dua belas meter.
Angin di atas tanggul jauh lebih kencang dibandingkan di bawah tanggul.
Jadi selain bahaya tanggul ambrol atau terkena luberan lumpur, tanggul
ini juga tidak aman dari angin kencang di atas tanggul.
Lalu kenapa Nur Ali dan sejumlah warga lain nekad mendirikan gubuk di
atas tanggul. Nur Ali mengaku sudah pusing, stres dan tidak punya cara
lain bagaimana sisa ganti ruginya dibayar Lapindo.
Bapak tiga anak ini sekarang masih sewa rumah di Desa Gedang Kecamatan Porong namun sudah hampir habis masa sewanya.
"Saya tidak memiliki uang lagi untuk membayar sewa rumah. Dua tahun
terakhir sudah pinjam sana-sini dan minta keringanan pemilik rumah,"
kata Nur Ali, Rabu (27/2).
Nur Ali sudah menerima uang ganti rugi 20% senilai Rp60 juta. Namun uang
ganti rugi yang diterima dari PT Minarak Lapindo Jaya itu sudah habis
untuk menutupi kebutuhan sehari-hari.
Saat ini dia masih menunggu sisa uang ganti rugi 80% yang hingga saat
ini belum diberikan pihak Lapindo. Padahal sisa uang ganti rugi ini
akan digunakan warga untuk membeli rumah baru.
Nur Ali saat ini hanya bisa berharap pada Lapindo agar sisa ganti rugi
Rp240 juta segera diberikan. Uang itu akan digunakan untuk membeli rumah
baru.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari saat ini Nur Ali bekerja
menjadi pemandu wisata di sekitar tanggul lumpur Lapindo. Nilai uang
hasil jerih payahnya bekerja di atas tanggul tersebut masih kurang untuk
memenuhi kebutuhan keluarga.
"Saya ini minta restu pulang kampung karena rumah saya dulu di sini. Ini
masih tanah saya karena ganti rugi belum dilunasi," kata Nur Ali.
Tatik Mulyati,45, warga Jatirejo lainnya membenarkan bahwa tersendatnya
pembayaran ganti rugi membuat korban Lapindo menderita. Warga RT 9 RW 2
Desa Jatirejo ini juga habis masa sewa rumahnya bulan depan.
Dia juga sewa rumah di Desa Gedang seharga Rp3 juta per tahun. Karena
saat ini tidak memiliki uang lagi, maka dia dan suaminya nekad
mendirikan gubuk di atas tanggul.
"Kalau sudah terpaksa, saya dan suami serta dua anak saya akan menempati gubuk ini," kata Tatik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar