Perserikatan Bangsa-Bangsa hari Kamis (10/1) waktu setempat
mengungkapkan kekhawatiran atas bentrokan antara militer Mali dan
militan garis keras namun terus melakukan upaya untuk mencari
penyelesaian politik atas krisis di negara tersebut.
"Kami cemas atas laporan pergerakan militer kelompok-kelompok
pemberontak di sepanjang garis depan di Mali utara dan ketegangan yang
diakibatkannya," kata juru bicara PBB Martin Nesirky.
Ia menambahkan, PBB mendesak pemberontak mematuhi kesepakatan
penghentian permusuhan yang dicapai pada 4 Desember dan resolusi Dewan
Keamanan PBB yang mendesak mereka menjauh dari militan "teroris".
Militer Mali dan kelompok garis keras bentrok pekan ini di perbatasan
tak resmi antara kedua pihak, yang menimbulkan keraguan baru mengenai
upaya mencari penyelesaian ternegosiasi.
Perundingan yang semula dijadwalkan berlangsung Kamis antara pemerintah
Mali dan dua kelompok bersenjata -- Ansar Dine dan Gerakan Pembebasan
Nasional Azawad (MNLA) -- dibatalkan untuk memberi semua pihak lebih
banyak waktu dalam melakukan persiapan. Pembicaraan itu rencananya akan
digelar pada 21 Januari.
"PBB mendukung upaya penengahan oleh Masyarakat Ekonomi Negara Afrika
Barat dan kami mengharapkan pembukaan kembali perundingan yang kini
dijadwalkan pada 21 Januari," kata Nesirky.
Mali, yang pernah menjadi salah satu negara demokrasi yang stabil di
Afrika, mengalami ketidakpastian setelah kudeta militer pada Maret
menggulingkan pemerintah Presiden Amadou Toumani Toure.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar