Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta memaparkan dan memberikan gambaran umum
mengenai proyek pembangunan terowongan multiguna senilai Rp16 triliun.
Rencananya Terowongan tersebut akan membentang dari Jalan MT Haryono
sampai ke Waduk Pluit.
"Dimulai dari MT Haryono Cawang,
lewat jalan Gatot Subroto, kemudian melewati Jalan S Parman sampai
Pluit. Sedangkan untuk airnya akan dibuang sampai ke Waduk Pluit," ujar
Agus Suhardono, Kepala Dinas Tata Ruang DKI Jakarta, Kamis, 3 Januari
2012.
Selain dapat menampung air untuk mencegah banjir, keutamaan
terowongan sepanjang 19 kilometer adalah untuk mengatasi kemacetan di
ibukota. Nantinya di terowongan tersebut juga akan membentang jalan tol
dua tingkat yang difungsikan ketika memasuki musim kemarau.
"Terdiri
dari tiga tingkat, tingkat paling atas dijadikan sebagai jalan tol ke
arah Barat, tingkat dua ke arah timur yang ke arah Cawang. Di lantai
satunya lagi untuk air," ujar Agus.
Mengenai rancangan terowongan sebagai jalan tol, Agus mengatakan pihaknya telah menetapkan jalur masuk dan ke luar kendaraan.
"Lokasi
inlet dan outlet di MT Haryono, untuk menangkap kendaraan dari Dewi
Sartika, Bekasi, kemudian di Jalan Gatot Subroto untuk kendaraan yang
masuk dari buncit dan Mampang," ujarnya.
"Untuk outletnya sebelum
jembatan tomang sekitar Slipi Jaya. Untuk outlet kita baru menemukan 1
lokasi, sedangkan ke utaranya berupa saluran air saja," lanjutnya.
Selain
itu Agus mengatakan, bila masuk musim hujan maka ketiga tingkat
tersebut akan ditutup dan dialihfungsikan sebagai jalan air.
"Itu cara untuk dan sebuah terobosan untuk mengurangi macet dan banjir konvensional di Jakarta," katanya.
Proyek terowongan Jokowi
itu terinspirasi oleh smart tunnel di Malaysia. Negeri jiran tersebut
telah membangun terowongan untuk mengatasi banjir di Kota Kuala Lumpur
sejak 2003. Laman roadtraffic-technology menulis, untuk membangun
terowongan sepanjang 9,7 kilometer dengan jalan tol 4 kilometer di
dalamnya, Malaysia menghabiskan dana sebesar RM1.889 juta atau sekitar
Rp6,06 triliun.
Namun, besaran biaya tersebut tentunya tidak bisa
serta merta dibandingkan. Kondisi antara Kuala Lumpur dan Jakarta
tentunya tidak sama, baik masalah harga tanah yang harus dibebaskan
maupun pekerjaan proyeknya. Apalagi, Malaysia membangun smart tunnel itu
mulai tahun 2003 hingga 2007.
Menteri Pekerjaan Umum, Djoko
Kirmanto, mengatakan rencana pembangunan terowongan di Jakarta ini bukan
barang baru. Wacana itu telah dikeluarkan Pemerintahan DKI Jakarta pada
era Gubernur Sutiyoso. Saat itu, Pemprov DKI menggandeng konsultan dari
Belanda.
Saat itu, studi banding juga telah dilakukan ke
Malaysia. Namun, pada akhirnya Dinas PU menarik kesimpulan proyek
tersebut tidak layak secara ekonomis dan teknis. Namun, Djoko mengaku
keputusan tersebut mungkin bisa berubah. Asal dilakukan penelitian yang
didukung para ahli.
>>> sumber <<<
Tidak ada komentar:
Posting Komentar