Komisioner Komnas Perempuan, Neng Dara Affiah menyatakan, rencana
pemerintah Kota Lhokseumawe, Aceh, melalui Dinas Syariat Islam yang akan
mengeluarkan peraturan melarang perempuan duduk mengangkang saat
dibonceng di sepeda motor, tidak produktif, tidak bermanfaat, bias
jender, ambigu, dan merugikan perempuan.
Neng Dara mengatakan
setiap peraturan yang dibuat semestinya berlaku untuk semua orang, tidak
mengkhususkan pada jenis kelamin tertentu. Peraturan juga dibuat
semestinya untuk memberikan manfaat bagi warga.
Neng Dara yang
menggunakan istilah "duduk menyilang hadap depan" alih-alih
"mengangkang", mengatakan jika peraturan yang dibuat tidak memiliki
manfaat apapun, ia hanya akan menghabiskan dana daerah. Selain itu juga
hanya menguntungkan si pembuat peraturan, sementara kemungkinan yang
dirugikan lebih banyak, terutama perempuan.
"Rencana peraturan ini
diberlakukan khusus kepada perempuan. Perempuan menjadi obyek dari
larangan ini. Jadi korban utamanya perempuan. Ini bias jender, perempuan
dirugikan," ungkapnya, (5/1/2012).
Selain menjadi obyek, perempuan mengalami kerugian dari berbagai sisi atas larangan duduk hadap menyilang ke depan ini.
"Perempuan
jadi korban ketidakamanan berkendaraan motor, karena bisa saja duduk
menyilang hadap depan lebih aman daripada duduk menyamping saat
berkendara motor," jelasnya.
Aturan ini jika diterapkan juga
ambigu dan melanggar hak dasar manusia, dalam hal ini perempuan yang
menjadi korban. Pasalnya, kalau perempuan mengendarai motor sendiri
(bukan membonceng), tentunya perempuan harus duduk menyilang hadap
depan.
"Aturan seperti ini akan membatasi aktivitas perempuan,
membatasi mobilitas perempuan yang merupakan hak utamanya sebagai
manusia," tuturnya.
Neng Dara melanjutkan, jika rencana pelarangan
tersebut karena cara perempuan duduk di motor dianggap tidak sesuai
dengan syariat Islam, apa tolok ukur ketidaksesuaiannya? Argumentasi
akademis ini harus melalui pengujian publik kalau akan melahirkan suatu
kebijakan.
Kalau bicara kesantunan, duduk menyamping dianggap lebih santun bagi perempuan di Aceh, Neng Dara mempertanyakan.
"Santun
dalam pandangan siapa? Kesantunan mengalahkan keamanan bagi perempuan.
Keamanan mesti dikedepankan karena santun tidak ada ukurannya. Tapi
kalau keamanan ada ukurannya, daripada mencelakakan jika duduk
menyamping lebih baik duduk menyilang hadap depan. Kalau duduk menyilang
hadap depan membuat berkendaraan aman, ini jauh lebih baik daripada
duduk menyamping," jelasnya.
Menurut Neng Dara, alih-alih membuat
aturan duduk saat berkendara di motor untuk perempuan, lebih baik
membuat aturan yang memiliki manfaat. Misalnya memperbanyak
lembaga-lembaga layanan korban kekerasan yang diintegrasikan di
puskesmas-puskesmas di setiap kecamatan agar perempuan korban kekerasan
memiliki akses terhadap perlindungan hukum dan pemulihan psikologisnya.
Menghapus
pemberantasan buta huruf bagi perempuan, memperbanyak lapangan kerja,
meluaskan keterampilan perempuan agar ia berdaya secara ekonomi dan
politik, lebih bermanfaat bagi perempuan Aceh.
>>> sumber <<<
Tidak ada komentar:
Posting Komentar