Pembubaran pengajian 400 warga masyarakat oleh puluhan aparat kepolisian
dari kepolisian resort setempat di Masjid Nur Hidayah, Anjr Mambulau
Barat, Kabupaten Kapuas, Sabtu (5/1), disesalkan.
Sekretaris Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, Ahmad Zaidi menyayangkan hal itu.
Insiden tersebut dinilai melanggar konstitusi UUD 1945 yang mengatur
kebebasan berserikat, berkumpul, dan berpendapat, serta menjalankan
keyakinan dan agama masing-masing.
Selain melanggar UUD 1945, menurut Zaidi, pembubaran yang dilakukan
Polres Kabupaten Kapuas juga melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor
55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Nonformal.
"Pengajian dan majelis taklim merupakan bagian dari pendidikan nonformal
yang diatur undang-undang. Kalau pengajian dibubarkan polisi berarti
sudah menodai kebebasan beragama. Saya sedih, menyayangkan dan,
menyesalkan insiden tersebut. Jangan sampai ini dibiarkan. Ini bisa
menimbulkan gejolak dan konflik horizontal," ujar Zaidi.
Seharusnya, lanjut Zaidi, polisi mengawal pengajian tersebut sesuai amanat undang-undang, bukan malah membubarkan.
"Kecuali, pengajian itu menyimpang dari ajaran Islam bahkan melakukan
penistaan agama. Silakan bubarkan. Peristiwa ini terjadi di Dapil saya.
Makanya saya bereaksi karena saya tidak terima kebebasan beragama
dihambat dan diganggu. Atas kejadian ini, saya meminta Majelis Ulama
Indonesia (MUI) dan Kementerian Agama untuk bersikap. Jika ditemukan
pelanggaran, proses sesuai hukum," tegas Zaidi yang juga Ketua Fraksi
PAN.
Tim advokasi pendampingan hukum bagi masyarakat yang dirugikan saat
pengajian tersebut, Sukarlan Fachre Doemas menegaskan pihaknya sudah
meminta konfirmasi dan klarifikasi atas insiden pembubaran pengajian
tersebut ke Kepolisan setempat.
"Menurut keterangan Bapak Ruslan, Wakapolres Kapuas, aksi pembubaran
oleh jajarannya itu memang tidak memiliki surat perintah. Naif sekali
aksi pembubaran pengajian ini. Karena itu, saya dan tim sangat
keberatan. Saya akan melanjutkan laporan ke Kapolri," ujar Sukarlan.
Lantas, apa yang membuat polisi berani membubarkan pengajian tersebut?
Menurut Sukarlan, jawaban dari kepolisian karena adanya pengaduan dari
masyarakat tentang pengajian tersebut yang dinilai akan menimbulkan
kondisi yang tidak kondusif.
"Menurut saya, apapun alasan dari pengaduan tersebut tidak benar dan
tidak dibenarkan sampai membubarkan pengajian. Memangnya pengajian ini
menyimpang dari ajaran agama seperti Lia Eden? Saya sebagai warga Kapuas
merasa malu atas insiden yang telah melanggar undang-undang ini," ucap
Sukarlan.
Mekipun ada beberapa pihak yang menilai di balik aksi pembubaran
pengajian itu bermuatan politis, tapi Sukarlan menegaskan tidak mau
masuk ke wilayah tersebut.
Baginya, itu sudah menodai aqidah yang dianut dan melanggar konstitusi
negara yang secara jelas dan tegas telah menjamin kebebasan berekspresi
dan beragama.
>>> sumber <<<
Tidak ada komentar:
Posting Komentar